Benarkah Bisnis Kucing Menguntungkan?
Sudah lebih dari sebulan blog ini saya biarkan kosong tanpa ada tulisan baru. Kadang memang saya lagi merasa jenuh atau memang lagi tidak ada ide, lagi malas baca-baca, atau juga karena kesibukan lain. Yang jelas biasa hidup dengan kucing sekarang "dipaksa" untuk hidup tanpa mereka memang menyakitkan.
Banyak artikel, promosi atau bahkan tulisan di media masa yang menonjolkan dan sisi bisnis dari dunia breeding. Dan bahkan banyak breeder-breeder baru yang ber"investasi" dalam jumlah uang yang tidak sedikit mengejar kesempatan di bisnis ini. Saya sendiri tidak pernah memikirkan breeding dari aspek untung rugi sebuah investasi, karena selama ini saya melakukan karena saya senang dan kalau kebetulan ada dana untuk beli kucing yang saya suka ya saya beli tapi kalau tidak ya tidak mau memaksakan diri. Jadi hitung-hitungan bisnis dalam hal ini sama sekali tidak pernah terpikirkan selama ini. Tapi seandainya saya ditanya apakah bisnis kucing bisa menguntungkan dan mempunyai prospek bagus dalam menambah penghasilan, saya jadi ragu untuk mengiyakannya. Terutama mengingat pemahaman serta daya beli masyarakat kita yang masih rendah saat ini.
Mungkin kalau dilihat dari salah satu sisi, yaitu harga jual kucing ras di Indonesia sepertinya bisnis ini memang sangat menggiurkan. Bayangkan saja, dengan harga jutaan, belasan atau bahkan puluhan juta rupiah seekor kucing show quality bisa terjual, padahal sekali lahir bisa 3-4 ekor, bahkan lebih! Tapi orang sering lupa bahwa biaya maintenance untuk mereka juga bukanlah sedikit dan juga bukan hal yang mudah bagi yang pertama kali memelihara kucing ras. Terlebih hampir semua produk perawatan kucing ras adalah barang import, dimana dengan kondisi perekonomian sekarang ini harga barang-barang import cenderung melambung. Di negara maju seperti di Eropa, biaya tersebut tidak terlalu menjadi masalah karena daya beli mereka sangat kuat. Sebagai contoh, kalau saya beli pet litter di sini sekitar 3-5 Euro per sak, itu juga hitungannya harganya sudah mahal banget karena kalau di rupiahkan sekitar 40-65 ribu rupiah! Padahal yang saya tahu harga di petshop Jakarta lebih mahal lagi dari itu. Nah hitung-hitungan bagi orang sini, harga segitu masih sangat terjangkau karena kalau penghasilan minimum mereka diatas €1000 per bulannya, maka pengeluaran segitu sebulan masih jauh lebih murah dibanding biaya makan manusianya. Jadi katakanlah untuk mereka belanja bulanan rutin buat pet food, pet litter, shampoo, vitamin, dsb sampai dengan €75 bukanlah masalah yang berat. Coba bandingkan kalau kita belanja untuk anak-anak kita di Jakarta? Rasanya uang Rp 1 juta juga bakalan cepat menguap di petshop kan? Padahal untuk menjaga kucing kita dalam kondisi bagus kita pasti memerlukan produk yang bagus, tidak bisa tidak. Sayangnya bangsa kita belum mampu (atau belum memikirkan) untuk memproduksi sendiri barang-barang tersebut.
Ok itu dari sisi kebutuhan rutin, diluar yang rutin kita juga membutuhkan biaya check up kesehatan, pembelian mainan dan accesories seperti scratching post, tempat tidur, mainan dan lain-lain yang sementara ini mungkin masih dianggap sebagai kebutuhan sekunder, atau bahkan tersier. Padahal breeder yang baik bukan hanya dinilai kemampuannya menghasilkan kucing kualitas show secara fisik, tapi terutama juga bagaimana breeder menghasilkan kucing yang sehat, terawat dan bahagia serta mempunyai karakter yang menarik dalam interaksinya dengan manusia. Untuk itu diperlukan ruang yang cukup buat mereka bermain serta waktu yang cukup bagi breeder untuk mengajarkan anak-anaknya berinteraksi serta mengevaluasi perkembangan mereka satu per satu. Untuk menjamin quality control ini tentunya tidak bisa hanya diserahkan pada pembantu meskipun kita mampu membayarnya. Jelas dari kenyataan ini saya membayangkan tidak sedikit uang dan waktu yang harus kita investasikan untuk menjamin quality control yang bagus. Dan ini juga membatasi saya pribadi untuk tidak boleh terlalu banyak memiliki kucing di rumah, karena sudah pasti banyak kucing akan banyak kebutuhan dan akan banyak menyita waktu.
Yang terakhir adalah masalah penempatan mereka. Dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian, tidak dipungkiri akan banyak orang yang mampu untuk membeli kucing dengan harga mahal, meskipun bagi sebagian orang awam membeli kucing dengan harga lebih mahal daripada harga sebuah motor bebek adalah suatu yang berlebihan! Tapi yang terpenting bukanlah mencari orang yang punya uang dan mau membeli, melainkan juga orang yang mau berkomitmen melakukan breeding yang benar, mempunyai kemauan yang cukup untuk belajar, serta terutama adalah komitmen untuk tidak menganggap kucing yang dibelinya adalah sebagai alat komoditi! Terus terang yang seperti ini masih sangat jarang kita temui. Yang banyak adalah orang yang cari indukan untuk membuka peternakan baru, memproduksi untuk dijual, dan menjual lagi indukan yang dianggap tua dan tidak produktif pada calon breeder baru! Terus terang ini adalah suatu dilema yang berat. Karena selama anak-anak kita dihitung sebagai komoditi, maka belum tentu kesehatan dan perhatian terhadap mereka diutamakan.
Lalu apa solusi dari kondisi seperti ini? Kalau menurut saya, jangan pernah berpikir untung rugi dengan menjadi breeder, jadikanlah itu hobby yang menyenangkan dan hanya untuk kesenangan. Carilah orang tua penyayang yang mau mengadopsi dan punya komitmen terhadap kelangsungan hidup anak-anak kesayangan kita. Kalau mampu, ekspor anak-anak kita ke Luar Negeri dimana pandangan dan pengetahuan masyarakat terhadap hewan kesayangan sudah lebih baik. Pertanyaannya, mampukah kita bersaing di dunia internasional dengan kualitas kucing yang sudah luar biasa bagusnya? Jawabannya, kalau kita tidak mulai menata dan memperbaiki diri dan pengetahuan kita maka sampai kapanpun kita tidak akan pernah mampu!
No comments:
Post a Comment