Seputar Kontroversi Neutering & Spaying
- Neutering/spaying menghindarkan kucing dari resiko kehamilan yang tak dikehendaki, dimana kita tahu bahwa setiap proses kehamilan dan kelahiran bisa membahayakan kondisi ibu maupun bayinya. Terlebih bila kelahiran ini tidak dikehendaki, maka ada resiko besar terhadap masa depan kehidupan anak2 yang dilahirkan.
- Neutering/spaying membuat kucing jadi lebih tenang dan kalem, terutama pada kucing jantan dimana agresivitas kadang disebabkan oleh pengaruh hormonal. Hal yang sering dikeluhkan oleh pemilik kucing yang suka spraying juga bisa dikurangi dengan sterilisasi ini.
- Neutering/spaying membuat kucing terhindar dari resiko penyakit yang menyerang organ2 reproduksi seperti testicular cancer pada kucing jantan, serta tumbuhnya kista pada ovarium dan uterine infection pada kucing betina.
Efek negatif dari sterilisasi yang sering kita temukan hanyalah resiko obesitas (kelebihan berat badan) yang sebenarnya bisa kita atur dengan memberikan makanan dan pola makan yang tepat.
Di negara kita, keraguan atau penolakan terhadap aktivitas sterilisasi ini lebih banyak karena pemahaman yang keliru atau kondisi sosial yang akan saya bahas dalam point-point berikut:
- Ketidaktegaan pemilik melihat binatang kesayangannya dioperasi. Ini adalah hal yang 100% wajar dan dialami oleh setiap orang yang melakukan aktifitas ini pada pertama kali. Sebagai orang yang mempunyai rasa sayang dan ikatan batin dengan binatang peliharaannya pastilah tidak tega melihat mereka di meja operasi dan mengalami rasa sakit pasca operasi. Tapi dengan pengetahuan dan pemahaman bahwa ini adalah hal yang sifatnya temporer dan keyakinan bahwa inilah yang terbaik bagi mereka, lambat laun mereka akan bisa mengatasi kekhawatirannya dan setelah sekian kali, mereka akan terbiasa.
- Pandangan bahwa sterilisasi adalah kekejaman dan bahwa setiap makhluk hidup berhak untuk berkembang biak. Saya pribadi menganggap pandangan ini adalah suatu kesalahan dan terlalu berlebihan. Orang yang mempunyai pandangan ini sering manyamakan binatang dengan manusia dimana kita bisa buktikan bahwa ada perbedaan yang mendasar antara aktivitas seksual manusia dengan binatang. Pertama, binatang melakukan aktivitas seksual didorong oleh naluri dan kerja hormon reproduksi dalam tubuh mereka. Dalam hal ini binatang "tidak" melakukan aktivitas seksual berdasarkan kesenangan pribadi, untuk rekreasi, atau bahkan profesi!! Kedua, manusia sebagai makhluk berakal bisa mengendalikan populasinya sendiri dengan berbagai cara dan alat agar aktifitas seksualnya tidak menghasilkan anak yang "tidak diinginkan". Ketiga, kucing juga bisa dibuktikan tidak termasuk golongan makhluk kekeluargaan, hal ini dengan mudah bisa dibuktikan bahwa kucing yang sudah dewasa tidak lagi peduli/mengenal ibu bapaknya dan demikian juga perlakuan kucing betina terhadap anaknya yang sudah dewasa. Lalu untuk menjawab pendapat bahwa setiap makhluk bebas berkembang biak, hal ini bisa dibenarkan apabila diterapkan pada binatang yang mampu menghidupi dirinya sendiri di alam liar seperti harimau, singa dan kucing hutan. Justru kita wajib melestarikan keberadaan mereka dan lingkungan hidup mereka supaya berkembang secara alami. Untuk binatang ternak yang bisa diternakkan seperti ayam, kambing, dan sapi kita juga tidak bakal menemukan masalah overpopulasi karena kita membalancing dengan mengkonsumsi mereka. Sedangkan untuk kucing dan binatang peliharaan yang jelas2 bukan binatang liar yang bisa hidup di alam bebas tanpa campur tangan dan bantuan manusia dan juga bukan komoditas "konsumsi" manusia, maka manusia wajib ikut campur tangan dalam perkembangan populasinya. Hal ini justru menunjukkan kepedulian dan tanggung jawab kita sebagai makhluk dengan derajat yang lebih tinggi terhadap lingkungan kita dan makhluk hidup lainnya!!
- Selama masih ada yang mau mengadopsi / menampung / membeli maka kucing tidak perlu disterilisasi. Pendapat ini seringkali diajukan oleh para penjual kucing ras yang sebenarnya hanyalah menunjukkan ketidakpedulian mereka terhadap efek over populasi dan kesejahteraan kucing mereka dan keturunannya. Rasanya adalah hal yang tabu kalau diomongkan bahwa mereka tidak mau mensterilisasi karena takut rugi... Tapi itulah kenyataannya!!! Secara logika apabila pendapat ini diikuti, maka mereka akan melakukan sterilisasi hanya kalau kucing sudah tidak laku lagi atau kalau ada permintaan dari pembeli. Dalam hal ini mungkin overpopulasi kucing ras juga sudah terjadi!! Dalam kasus ekstrim dimana mereka memang bukan penyayang binatang, euthanasia mungkin dijadikan sebagai pilihan untuk menyelesaikan masalahnya.
- Sterilisasi masih menjadi barang yang mahal terutama bagi mereka yang hanya sanggup menyayangi kucing lokal. Hal ini berkaitan dengan pendapatan perkapita masyarakat Indonesia yang terbilang rendah dan dibandingkan dengan harga obat-obatan yang sebagian besar masih import dan fee veterinarian yang juga mahal. Untuk mengatasi hal ini diperlukan kerjasama dan usaha bahu membahu antara semua penyayang binatang dari berbagai kalangan (terutama juga dari kalangan veterinarian) untuk bisa mewujudkan pengurangan jumlah kucing terlantar dan tersia2 di Indonesia. Semoga suatu hari bisa terwujud!!